Potensi LKM Dalam Pembangunan Ekonomi Pedesaan

06.19 Posted In Edit This 0 Comments »
Mereview Jurnal : Ashari, “Potensi Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Dalam Pembangunan Ekonomi Pedesaan dan Kebijakan Pengembangan”, http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/ART4-2c.pdf

BAB I

PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Kegiatan perekonomian di pedesaan masih didominasi oleh usaha-usaha skala mikro dan kecil dengan pelaku utamanya adalah petani, buruh tani, pedagang sarana produksi dan hasil pertanian. Masalah yang dibiasanya dihadapkan adalah permasalahan klasik yaitu kurangnya ketersediaan modal. Kelangkaan modal bisa terjadinya siklus mata rantai kemiskinan pada masyarakat pedesaan yang sulit diputus.

Lemahnya modal pelaku ekonomi di pedesaan disadari oleh pemerintah dan terdorong untuk menggeluarkan program kredit untuk para petani dan pengusaha kecil sejak Repelita I. Dimulai kredit Bimas pada tahun 1972, kemudian menyusul kredit program seperti Kredit Investasi Kecil (KIK), Kredit Modal Kerja Permanen (KMKP), Proyek Peningkatan Pendapatan Petani/Nelayan Kecil (P4K), Kredit Usaha Tani (KUT) dan sampai saat ini masih berlangsung Kredit Ketahanan Pangan (KKP). Walaupun target pemerintah masih belum sesuai dengan yang diharapkan.

Lemahnya kinerja lembaga keuangan dapat dilihat dari tiga aspek yaitu: (1) rendahnya tingkat pelunasan kredit; (2) rendahnya moralitas aparat pelaksana; dan rendahnya tingkat mobilisasi dana masyarakat. Kelemahan ini bisa membawa konsekuensi yang pada tidak berlanjutnya lembaga keuangan yang terbentuk setelah program selesai. Akibatnya, peserta program umumnya akan kembali mengalami kekurangan modal usaha.

Salah satu kelembagaan keuangan yang dimanfaatkan dan didorong untuk membiayai kegiatan perekonomian di pedesaan yang mayoritas usaha penduduknya masuk dalam segmen mikro adalah Lembaga keuangan Mikro (LKM). Lembaga ini banyak tumbuh dan mengakar dalam masyarakat pedesaan, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal.

Untuk menjawab permasalahan keterbatasan modal serta dengan kemampuan fiscal pemerintah yang semakin berkurang, maka perlu lebih mengoptimalkan potensi lembaga keuangan yang dapat menjadi alternative sumber dana bagi petani dan masyarakat pedesaan. Salah satu kelembagaan keuangan yang dapat dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan perekonomian pedesaan adalah LKM.

Tulisan ini bertujuan untuk melakukan kajian tentang keberadaan Lembaga Keuangan Mikro (LKM), peran, potensi dan permasalahan dalam mendukung perekonomian pedesaan, serta kebijakan pengmbangannya di masa yang akan datang.

BAB II

PERMASALAHAN

Potensi dan Permasalahan LKM Dalam Pembangunan Perekonomian Pedesaan

1. Potensi dan peran LKM

Pemberdayaan usaha kecil dipandang mampu menggerakan perekonomian pedesaan dan pada gilirannyaberdampak pada tumbuhnya ekonomi nasional. Hal ini tidak lepas dari peran usaha kecil yang strategis baik dilihat dari segi kemampuannya dalam meningkatkan pendapatan dan penyerapan kerja.

Sesuai dengan karakteristik skala usahanya, usaha mikro dan kecil tidak memerlukan modal yang terlalu besar. Dengan kebutuhan modal yang kecil-kecil tetapi dalam unit usaha yang sangat besar menyebabkan kurang tertariknya lembaga perbangkan formal yang besar untuk mendanai usaha mikro/kecil karena transaction cost-nya sangat tinggi. Selain itu pada lembaga-lembaga keuangan formal umumnya memperlakukan usaha kecil sama dengan usaha menengah dan besar dalam pengajuan pembiayaan, diantaranya mencakup kecukupan jaminan, modal, maupun kelayakan usaha. Persyaratan ini dipandang sangat memberatkan bagi pelaku usaha mikro/kecil dalam mengakses lembaga perbankan nasional.

Walaupun secara umum biaya atas dana pinjaman dari LKM lebih tinggi sedikit dari tingkat bunga perbankan, namun dalam sisi prosedur/administrasi pinjaman, LKM (terutama untuk LKM non bank) memiliki beberapa keunggulan. Diantara keunggulan tersebut, misalnya tidak ada persyaratan agunan/jaminan seperti diberlakukan pada perbankan formal. Bahkan dalam beberapa jenis LKM, pinjaman lebih didasarkan pada kepercayaan karena biasanya peminjam sudah dikenal oleh pengelola LKM. Kemudahan lainya adalah pencairan dan pengembalian pinjaman sangat fleksibel dan seringkali disesuaikan dengan cash flow peminjam.

2. Permasalahan yang Dihadapi LKM

Perkembangan LKM masih dihadapkan pada berbagai kendala baik bersifat internal maupun eksternal yang kurang kondusif. Menurut Wijono (2005) permasalahan eksternal yang dihadapi LKM adalah aspek kelembagaan, yang antara lain mengakibatkan bentuk LKM yang beraneka ragam. BRI Udes dan BPR, misalnya adalah bentuk LKM yang secara kelembagaan lebih jelas karena mengacu pada ketentuan perbankan dengan pembinan dari Bank Indonesia. LKM jenis ini lebih terarah dan bahkan terjamin kepercayaannya karena merupakan bagian dai kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan berhak mendapatkan fasilitas dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Selain menghadapi masalah eksternal, LKM juga dihadapkan pada masalah internal yang menyangkut aspek operasional dan pemberdayaan usaha. Di antara permasalahan internal adalah menyangkut kemampuan LKM dalam menghimpun dana. Sebagian besar LKM masih terbatas kemampuannya karena masih tergantung kepada jumlah anggota/nasabah serta besarnya modal sendiri. Kemampuan SDM LKM dalam mengelola usaha sebagian besar juga masih terbatas, sehingga dalam jangka panjang akan mempengaruhi perkembangan LKM, bahkan bisa menjadi factor penghambat yang cukup serius.

Potensi dan permasalahan yang dihadapi LKM:

Aspek

BPR & BRI Udes

Koperasi

LKM Lainnya

Kemampuan menghimpun dana

Mengandalkan tingkat suku bunga > rata-rata bank umum

Mengandalkan jumlah anggota

Mengandalkan modal sendiri dan anggota

Kemampuan menyalurkan dana

Rasio Loan to deposit Ratio (LDR), namun kualitasnya perlu diperhatikan

Terbatasnya karena kemampuan SDM dan pengalaman usaha

Terbatasnya karena kemampuan SDM dan pengalaman usaha.

Kemampuan menghasilkan laba

Relatif lebih baik dibandingkan bank umum

Tergantung dari kemampuan pengurus dan komitmen anggota

Tergantung dari kemampuan pengurus dan komitmen anggota

Kemampuan jaringan dan akses pasar

Focus pada usaha perdagangan

Masih terbatas

Masih terbatas

Kemampuan perencanaan dan pelaporan

Masih beragam, khususnya BPR yang mempunyai modal terbatas dan yang beroperasi di luar Jawa dan Bali

Masih kurang

Masih kurang

Kemampuan menajemen operasional

Tergantung pada beberapa SDM kunci`

Tergantung pada pengurus

Tergantung pada pengurus

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN LKM DI MASA DEPAN

Pengembangan LKM diyakini merupakan factor penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan seta pembangunan ekonomi pedesaan. Lebih jauh dapat pula diartikan bahwa pengembangan keuangan mikro merupakan bagian usaha untuk mengembangkan system keuangan (local dan nasional) yang lebih sesuai dengan kondisi rakyat yang riil (people based financial system). Permasalahan yang masih dihadapi adalah walaupun Indonesia memiliki beraneka ragam penyedia jasa keuangan mikro, namun kesenjangan antara permintaan dan penawaran layanan keuangan mikro masih ada. Sebagian besar keluarga di Indonesia tidak memiliki akses layanan jasa keuangan, terutama yang tinggal di wilayah pedesaan serta diluar Jwa dan Bali (Anonim, 2006).

Peran strategis yang dimainkan LKM tersebut menuntut adanya penyusunan kebijakan dan strategi pengembangan LKM agar dapat berperan lebih optimal dalam pembangunan nasional. Kebijakan nasional bagi keuangan mikro sangat diperlukan untuk mengatasi berbagai keterbatasan keuangan mikro melalui penciptaan lingkungan yang memungkinkan LKM untuk memperluas pelayanan serta mendukung terbentuknya LKM untuk mengisi kesenjangan permintaan dan penawaran layanan keuangan mikro terutama di wilayah pedesaan. Ketiadaan kebijakan keuangan mikro yang terpadu dapat membatasi para stakeholders untuk menyelaraskan berbagai upaya untuk menciptakan sebuah system keuangan mikro yang berkelanjutan.

Visi dan Tujuan

Kebijakan nasional pengembangan keuangan mikro mempunyai visi agar setiap rumah tangga di setiap desa dan wilayah diseluruh kepulauan di Indonesia memiliki akses terhadap jasa keuangan yang berkualitas dan berkesinambungan seperti tabungan, simpanan berjangka, kredit, dan berbagai jasa keuangan mikro yang dibutuhkan. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan peluang bagi keluarga miskin dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah untuk meningkatkan kesejahteraan dengan mengurangi kerentanan hidup, meningkatkan kegiatan usaha, menciptakan lapangan kerja serta meningkatkan pendapatanya.

Untuk itu, suatu system keuangan yang menyeluruh perlu diberlakukan dalam jangka menengah dan jangka panjang dalam rangka memperluas jangkauan layanan keuangan bagi keluarga miskin dan kelompok berpenghasilan rendah. Sistem tersebut terdiri atas :

1. Suatu kerangka hukum yang memadai.

2. Lembaga yang mengeluarkan peraturan yang berlandaskan prinsip kehati-hatiaan dan mengawasi pelaksanaan.

3. Berbagai lembaga yang menyediakan dukungan dan bantuan teknis.

4. Berbagai lembaga yang menyediakan pelayanan keuangan untuk LKM.

Unsur Kebijakan

Agar berjalan secara efektif, maka kebijakan dan strategi nasional keuangan mikro disusun dengan mensinergikan berbagai unsur diantaranya

a. Reorientasi peran pemerintah,

b. Lingkungan kondusif bagi keuangan mikro yang berkelanjutan,

c. Penyempurnaan peraturan berlandaskan prispip kehati-hatian dan pengawasan yg efektif dan

d. Pengembangan kelembagaan dan kapasitas usaha.

Reorientasi Peran Pemerintah

Menyadari adanya kelemahan dari kebijakan-kebijakan masa lalu yang bersifat intervensi, dengan biaya sangat mahal, jangkauan terbatas serta dapatmemperlemah upaya pengentasan kemiskinan, maka pemerintah berketetapan untuk menghasilkan secara bertahap berbagai skim kredit bersubsidi dan kredit program dalam jangka menengah. Namun demikian, pembiayaan keuangan mikro melalui program pemerintah atau program pengentasan kemiskinan dalam jangka tertentu.

Dengan penghentian secara bertahap skim kredit bersubsidi dan program dalam jangka menengah, maka perhatian pemerintah akan dialihkan pada pengintegrasian keuangan mikro ke dalam sistem keuangan. Dua fungsi utama yang diperankan pemerintah dalam hal ini adalah

1. Menciptakan kerangka hukum yang mendukung dengan memberikan status hukum yang jelas kepada berbagai LKM sehingga memungkinkan bank dan lembaga keuangan lainnya untuk melakukan hubungan bisnis yang wajar dengan LKM serta mengizinkan LKM untuk menghimpun simpanan masyarakat dalam wilayah dan jumlah tertentu.

2. Sebagai pembina melalui dukungan dan penyediaan dana untuk pengembangan kelembagaan, pengembangan kapasitas usaha dan pelatihan para karyawan lembaga keuangan dan melalui dukungan serta penyediaan dana untuk membiayakan kembali LKM.

Lingkungan Kondusif Untuk LKM

Pemerintah hendaknya menetapkan sebuah kerangka hukum yang sesuai dan ditunjukan untuk menciptakan landscape keuangan mikro yang beraneka ragam dan memiliki skala yang beragam serta berorientasi untuk memenuhi berbagai kebutuhan pengusaha mikro dalam rangka mempermudah akses layanan keuangan secara berkelanjutan. Hal ini membutuhkan lembaga keuangan mikro selain bank dan koperasi ditingkat desa yang diizinkan menghimpun simpanan masyarakat didalam wilayah dan jumlah tertentu.

Peraturan Berlandaskan Prinsip Kehati-hatian dan Pengawasan yang Efektif

Pemerintah harus melindungi penabung kecil melalui pengaturan dan pengawasan sector keuangan mikro dan menjaka stabilitas sector keuangan melalui pembinaan yang efektif dan efisien dari segi biaya. Pada prinsipnya, peraturan dan pengawasan berlandaskan prinsip kehati-hatian. Hal ini penting untuk diterapkan bagi penyedia jasa keuangan mikro dalam menghimpun dana simpanan masyarakat dalam jumlah banyak. Lembaga keuangan mikro diizinkan menghimpun simpanan masyarakat agar memungkinkan mereka tumbuh dan mampu menyediakan berbagai pelayanan yang sangat dibutuhkan oleh keluarga miskin. Dalam penghimpunan simpanan masyarakat hingga suatu ambang batas tertentu, maka hendaknya lembaga keuangan mikro diiizinkan beroperasi didalam suatu lingkungan dengan tidak memerlukan pengaturan berlandaskan prinsip kehati-hatian. Diatas ambang batas tersebut, lembaga keuangan mikro perlu mentaati perangkat pengaturan yang berlandaskan prinsip kehati-hatian dengan pengawasan dan penegakan hukum/peraturannya. Dalam hal ini, penting untuk menetapkan ambang batas tertinggi yang diperkenankan bagi lembaga keuangan mikro yang memperoleh izin operasi dan diatur sesuai dengan ketentuan lembaga keuangan mikro. Diatas ambang batas tertentu lembaga keuangan mikro diwajibkan untuk memperoleh izin sebagai bank dengan peraturan dan pengawasan yang lebih ketat.

Pengembangan Kelembagaan dan Kapasitas Usaha

Pemerintah harus berupaya menciptakan dan mendukung pengembangan kelembagaan dan kapasitas usaha. Peran tersebut diwujudkan dengan selalu aktif dalam meningkatkan pengembangan sumber daya manusia dan kapasitas kelembagaan serta penguatan infrastruktur keuangan yang mandiri dalam perspektif jangka panjang. Walaupun demikian dalam jangka pendek dan menengah pemberian subsidi secara selektif masih dibutuhkan.

Implementasi Kebijakan dan Strategi Nasional Keuangan Mikro

Dalam implementasi semua unsure yang terlibat dalam sebuah kebijakan bersama-sama dengan bank sentral memiliki tugas pokok sebagai berikut:

Peran Pemerintah

Pemerintah seharusnya menghentikan secara bertahap program pinjaman bersubsidi dan dana bergulir dari berbagai departemen. Untuk kasus tertentu, seperti terjadinya kegagalan pasar, maka pemberian subsidi untuk sementara waktu masih dibenarkan (misalnya pertanian). Pemberian subsidi harus diimplementasikan secara terbuka (transparan) dan dihentikan secara bertahap. Lebih lanjut, pengaturan dan penyaluran dana seperti itu dilaksanakan melalui lembaga keuangan mikro bank, lembaga keuangan koperasi, atau lembaga keuangan mikro bukan bank bukan koperasi.

Disamping itu, pemerintah juga perlu mengalokasikan dana dalam anggaran belanja nasional yang sebelumnya telah disalurkan melalui skill kredit bersubsidi dan kredit program menjadi untuk keperluan

a. Pengembangan kapasitas dan kelembagaan lembaga keuangan mikro, dan

b. Penciptaan system pengaturan dan pengawasan secara efisien.

Lingkungan Kondusif

Penetapan kerangka hukum dan pengaturannya yang mengakui tiga jenis lembaga keuangan mikro yaitu :

a. Lembaga keuangan mikro bank atau unit keuangan mikro dari bank umum.

b. Lembaga keuangan mikro koperasi atau koperasi serba usaha dengan unit simpan pinjam.

c. Lembaga keuangan mikro bukan bank dan bukan koperasi.

Pada LKM Bank implementasinya adalah memberikan status hukum berupa “LKMbukan bank dan bukan koperasi” bagi LKM yang telah mendapat status sebagai bank pengreditan rakyat (BPR) tetapi tidak dapat memenuhi persyaratan untuk menjadi bank.

Peraturan dan Pengawasan Berlandaskan Prinsip Kehati-hatian

Lembaga Keuangan Mikro Bank. Implementasinya dapat dilakukan dengan mempermudah pembukaan kantor cabang lembaga keuangan mikro terutama di wilayah pedesaan untuk mendorong perluasan akses pelayanan keuangan mikro.

Lembaga Keuangan Mikro Koperasi. Beberapa hal penting yang perlu dilakukan LKM ini adalah menugaskan peraturan dan pengawasan kepada lembaga atau badan yang terpisah dari dukungan fungsi keuangan dan teknis dari Kementrian koprasi dan UKM, serta memastikan adanya pendanaan dan susunan kepegawaian yang memadai dari lembaga pengawas, mengadakan database lengkap mengenai semua koperasi yang menyediakan layanan jasa keuangan mikro, dan mengembangan system penilaian untuk lembaga keuangan mikro koperasi dengan menetapkan kriteria pembubaran/likuiditas lembaga tidak sehat dan memastikan penegakan hukum/peraturan.

Lembaga Keuangan Miro Bukan Bank dan Bukan Koperasi. Hampir sama dengan LKM Koperasi, hal yang dapat dilakukan adalah lembaga yang sesuai di tingkat propinsi, missal Bank Pembangunan daerah (BPD), serta memastikan memadainya pendanaan dan susunan kepegawaian yang memadai dari lembaga pengawas. Lembaga keuangan mikro bukan bank dan bukan koperasi ditingkat propinsi. System penilaian untuk lembaga keuangan mikro bukan bank dan bukan koprasi dengan menetapkan kriteria pembubaran/likuidasi lembaga yang tidak sehat dan memastikan penegakan hokum/peraturan.

Aspek Pembinaan

Lembaga Keuangan Mikro Bank. Dalam kaitan dengan proses pembinaan, LKM bank dapat berperan dalam membantu perkembangan pengintegrasian lebih lanjut kedalam sector keuangan dengan mendorong program hubungan sinegris dengan bank umum (linkage program), mendukung mekanisme pembiayaan kembali (refinancing) seperi struktur APEX, menghubungkan lembaga keuangan mikro bank dengan system pembayaran yang ada dan mengembangkan keterbukaan yang lebih luas didalam sector/industri melalui system penilaian yang independent. Dan menyediakan dana untuk pengembangan kapasitas usaha dan pelatihan bagi seluruh sumber daya manusialembaga keuangan mikro bank.serta memfasilitasi pengembangan bersama berbagai jasa pelayanan yang dibutuhkan oleh industri lembaga keuangan mikro bank seperti teknologi informasi.

Lembaga Keuangan Mikro Koperasi. Peran yang dimiliki oleh LKM koperasi adalah memfasilitasi pengembangan mekanisme penyediaan dana, pembiayaan kembali, dan menejemen likuiditas dan menyediakan dana untuk pengembangan keuangan mikro koperasi usaha dan pelatihan bagi seluruh sumber daya manusia lembaga keuangan mikro koperasi dan mengimlementasikan system sertifikasi serta mendorong terjalinnya hubungan sinegris antara lembaga keuangan mikro koperasi dengan bank umum atau lembaga keuangan lainnya, dan memfasilitasi pengembangan bersama berbagai jasa pelayanan yang dibutuhkan oleh lembaga keuangan mikro koperasi dan pengembangan produk.

Lembaga keuangan Mikro Bukan Bank dan Bukan Koperasi. LKM bukan bank dan koperasi dapat berperan memfasilitasi pengembangan mekanisme penyediaan dana, pembiayaan kembali dan menejemen likuiditas seta mendukung dan menyediakan dana untuk pengembangan kapasitas usaha dan pelatihan bagi seluruh sumber daya manusia lembaga keuangan mikro bukan bank dan bukan koperasi. Dan mendorong terjalinya hubungan sinegris antara LKM bukan bank dan bukan koperasi serta memfasilitasi pengembangan bersama jasa pelayanan yang dibutuhkan oleh industri LKM koperasi, seperti standart operasional prosedur dan pengembangan produk.

Aspek Pendukung Lainnya

Selain keempat aspek utama tersebut diatas, pemerintah juga perlu menyediakan lembaga pendukung, seperti lembaga penelitian dan pengembangan keuangan mikro, untuk memastikan efektifitas kebijakan dan strategi nasional dan untuk melakukan kajian pengembangannya lebih lanjut. Lembaga pendukung tersebut juga akan melaksanakan fungsi monitoring terhadap implementasi kebijakan dan strategi nasional, serta melakukan pengukuran dampak yang ditimbulkan.

BAB III

PENUTUP

Pembangunan perekonomian pedesaan masih menghadapi kendala terbatasnya modal para pelaku usahanya. LKM memiliki potensi sebaga sumber pembiayaan masyarakat petani/pedesaan walaupun dari sisi ketersediaan dana tidak sebesar lembaga perbankan formal. Keunggulan LKM terletak pada komitmen yang kuat dalam memberdayakan usaha mikro/kecil, prosedur yang lebih fleksibel dan lokasinya yang dekat dengan daerah pedesaan. Potensi yang cukup besar tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena LKM masih menghadapi kendala dan keterbatasan SDM serta kucukupan modal. Sebagai upaya untuk menguatkan dan mengembangkan eksistensi LKM di masa mendatang perlu dilakukan langkah-langkah strategis diantaranya penuntasan Rancangan Undang-Undang (RUU) LKM serta kebijakan pendukung lainnya.

SUMBER REFERENSI

Ashari, “Potensi Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Dalam Pembangunan Ekonomi Pedesaan dan Kebijakan Pengembangan”, http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/pdffiles/ART4-2c.pdf

0 komentar: